Penegakan Disiplin Partai ~ Poejangga degleg

2 Jun 2013

Penegakan Disiplin Partai







Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya. Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".


Perjuangan Sarekat Islam sebenarnya dimulai tahun 1912-1923, menempuh cara (kooperatif) dengan pemerintah Belanda. Setelah tahun 1923, sejak terjadi perpecahan dalam tubuh SI, cara perjuangan yang ditempuh menjadi tidak mau bekerjasama (non kooperatif) dengan penjajah. Tahun 1927, SI mengadakan kongres kembali dan menegaskan bahwa tujuan SI ialah mencapai kemerdekaan Indonesia berdasarkan agama Islam. Oleh sebab itu, SI akhirnya menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Tahun 1927, nama Partai Sarekat Islam diubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah menjadi PSII, semakin terpecah-pecah lagi menjadi PSII pimpinan Kartosuwiryo dan PSII pimpinan Abikusno, Partai Sarekat Islam Indonesia, dan PARI pimpinan dr. Sukiman. Organisasi-organisasi tersebut tetap berdiri hingga zaman Pendudukan Jepang di Indonesia.



Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah memberikan pengertian yang jelas tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ajaran Islam.

Tujuan didirikannya Muhammadiyah antara lain:
1. Memajukan pengajaran dan dan pendidikan berdasarkan agama Islam
2. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut peraturan agama Islam yang diselaraskan dengan kehidupan modern

Sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagmaan. Muhammadiyah memiliki anggota yang sangat banyak. Pada tahun 1925 organisasi ini telah memiliki 29 cabang, bahkan pada tahun 1929 telah berkembang menjadi 80 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya antara lain:
1. Mendirikan, memelihara, dan membantu pendirian sekolah-sekolah berdasarkan agama Islam
2. Mendirikan dan memelihara masjid, langgar, poliklinik, rumah yatim piatu, dan kegiatan-Kegiatan sosial lainnya
3. Menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam
4. Mendirikan organisasi kepemudaan yang diberi nama Hisbul Wathan
5. Membentuk lembaga Majelis Tarjih, yaitu lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa.
6. Dalam menjalankan kegiatannya, Muhammadiyah juga memperhatikan pendidikan wanita. Organisasi wanita Muhammadiyah diberi nama Aisyiyah. Tujuan didirikannya ialah untuk membantu memberi pendidikan bagi kaum wanita Islam Indonesia.

Periode Nasionalisme Politik
Pada tahap ini, pergerakan nasional Indonesia sudah mulai masuk ke bidang politik. Beberapa organisasi dan pergerakan yang muncul antara lain:

Indische Partij
Indische Partij merupakan organisasi politik pertama di Indonesia. Didirikan oleh Tiga Serangkai, yaitu Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada tahun 1912 di Bandung. Indische Partij secara tegas menyatakan berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan atau mencapai kemerdekaan. Hal ini terlihat jelas dari semboyannya yang berbunyi Indie voor Indiers (Hindia untuk rakyat Hindia), yang dimaksud rakyat Hindia adalah semua orang keturunan bumiputera, Cina, Arab, Eropa, dan sebagainya, yang mengakui Hindia sebagai tanah air, Negara dan kebangsaannya. Paham ini dikenal sebagai Indisch Nationalism, yang di kemudian hari melalui Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia menjadi Indonesisch Nationalism (Nasionalisme Indonesia). Untuk menyebarkan cita-citanya, Indische Partij mendirikan surat kabar De Express.


Nama Indische Partij menjadi terkenal ketika mereka terlibat dalam Komite Bumiputera yang menentang diadakannya perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis. Suwardi Suryaningrat menulis sebuah artikel yang berjudul “Als Ik een Nederlandser Was” (andai aku seorang Belanda) berisi kritikan tajam terhadap pemerintah Belanda, yang dinilai tidak punya moral merayakan peringatan kemerdekaannya di negeri yang dijajahnya.




Tulisan tersebut berisi sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Karena dianggap berbahaya, akhirnya pada bulan Agustus 1913 Belanda menjatuhkan hukuman buang kepada para pimpinan Tiga Serangkai, dan mereka memilih untuk dibuang di negeri Belanda. Cokroaminoto dipulangkan pada tahun 1014 karena sakit keras. Sedangkan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker baru kembali pada tahun 1919.




Setelah pemimpinnya dibuang Indische Partij mengganti nama menjadi Nasional Indische Partij, tetapi kurang berpengaruh. Walaupun perjuangan Indische Parti sangat singkat, namun tujuannya telah memeberi warna baru bagi organisasi pergerakan nasional yaitu adanya semangat nasionalisme yang mendalam untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia. Dalam perkembangannya, Indische Parti dijadikan motivasi oleh Perhimpunan Indoneia dan Partai Nasional Indonesia.


Gerakan Kepemudaan

Tri Koro Dharmo
Organisasi kepemudaan yang muncul ialah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia), yang didirikan oleh R. Satiman Wiryo Sandjojo, Kadarman, dan Sunardi pada 7 Maret 1915 di Jakarta. Tujuan didirikannya Tri Koro Dharmo ialah menghimpun para pemuda Jawa agar bersatu berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Asas perjuangan Tri Koro Dharmo antara lain:
1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah menengah, kursus perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan.
2. Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya
3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia, khususnya Jawa.

Karena sifatnya yang Jawa sentris, Tri Koro Dharmo kurang dapat berkembang. Dalam kongres yang diadakn di Solo (1918), nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghendari terjadinya perpecahan diantara para anggota Tri Koro Dharmo . Berdirinya Jong Java ini mengilhami lahirnya organisasi-organisasi


Jong Sumatranen Bond
Organisasi ini didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 di Gedung Volkslecture Jakarta oleh pemuda-pemuda Sumatera yang ada di Jakarta. Tujuannya adalah untuk memperkokoh hubungan antarpelajar asal Sumatera di Jakarta. Melalui keberadaan organisasi kepemudaan ini lahir kesadaran bahwa nantinya mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.
Dalam perkermbangannya Jong Sumatranen Bond memiliki banyak anggota yang tersebr di kota-kota lain seperti Bogor, Bandung, Serang , Sukabumi, Purworejo, Padang, dan Bukittinggi. Dari hasil godokan Jong Sumatranen Bond inilah lahir pemimpin bangsa seperti Muhammad Yamin dan Muhammad Hatta.

Jong Ambon
Organisasi yang terbentuk adalah Wihelmina, Ambonsch Studifonds, dan Ambon Bons. Orang Ambon di luar Ambon mendirikan Sarekat Ambon. Pimpinannya yang terkenal adalah A.J. Patiy.

Jong Minahasa dan Celebes
Pada tahun 1919 berdiri organisasi Jong Minahasa dan Jong Celebes. Kedua organisasi ini tidak begiru besar, tetapi pendiria organisasi ini muncul seorang tokoh muda Minahasa yang terkenal yaitu Sam Ratulangi.

Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Semakin banyaknya organisasi kepemudaan yang berdiri pada masa kebangkiatn nasional, mengilhami para mahasiswa di Bandung membentuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1925. anggota-anggotanya berdiri atas para pelajar yang berada di Bandung dan Jakarta,
Tujuan PPPI ialah menghimpun para pelajar di Bandung dan Jakarta untuk bersama-sama memerdekakan tanah air Indonesia.

Jong Indonesia
Jong Indonesia berdiri di Bandung pada tahun 1927. organisasi ini sebenarnya merupakan perkumpulan dari organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia. Tujuan dibentuknya Jong Indonesia ialah menyatukan seluruh pemuda Indonesia organisasi inilah yang memelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda.

Periode Nasionalisme Radikal
Pada tahap ini, pergerakan nasional Indonesia secara jelas mencantumkan tujuan untuk mencapai keerdekaan. Perlawanan terhadap penjajah Belanda pun dilakukan demi kemerdekaan. Beberapa organisasi pergerakan kebangsaan yang berdiri antara lain:

Perhimpunan Indonesia


Pada 1908, para pemuda Indonesia di negeri Belanda seperti Sutan Kesayangan dan R.N. Noto Suroto mendirikan perkumpulan bernama Indische Vereninging bersifat sosial dengan tujuan awal untuk mensejahterakan para anggotanya yang berada di Belanda. Kedatangan Suwardi Suryaningrat dan kawan-kawannya ke negeri Belanda membawa pengaruh besar terhadap perkembangan perkumpulan ini. Terlebih setelah berakhirnya Perang Dunia I, perasaan antikolonialisme dan anti-imperialisme di kalangan pimpinan Indische Vereninging makin menonjol.




Perubahan pandangan pemikiran para pimpinan dan anggota Indische Vereninging itu akhirnya membawa perubahan nama perkumpulan tersebut. Aktivitas ke arah politik semakin meningkat setelah bergabungnya Ahmad Subardjo dan Mohammad Hatta. Pada 1922 Indische Vereninging diganti menjadi Indonesische Vereninging. Sejak 1925 perkumpulan ini lebih dikenal dengan Perhimpunan Indonesia (PI) dengan ini PI telah menjadikan nama “Indonesia” sebagai simbol perjuangan politik untuk memperjuangkan kemerdekaan. Maret 1923 disebutkan dalam majalah Hindia Poetra bahwa azas PI adalah “mengusahakan pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggungjawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapa pun juga; bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan, supaya tujuan itu lekas tercapai”.

Kegiatan PI di dunia Internasional ini akhirnya menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Belanda. Pada 10 Juni 1927, dengan tuduhan menghasut di muka umum untuk memberontak terhadap pemerintah, empat anggota PI, yaitu M. Hatta, Nazir Pamuntjak, Abdulmadjid Djojodiningrat, dan Ali Sastroamodjojo ditangkap, dan diadili di Den Haag pada 22 Maret 1928. Pidato pembelaan M. Hatta yang diucapkan sendiri berjudul “Indonesia Vrij” (Indonesia Merdeka) berhasil meyakinkan hakim-hakim Belanda, yang ternyata lebih bebas dari prasangka kolonial. Karena semua tuduhan tidak terbukti M. Hatta dan kawan-kawan dibebaskan.

Partai Nasional Indonesia (PNI)
Di Hindia Belanda organisasi politik pertama yang bercorak nasional murni dan bersifat radikal adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), awal mulanya bernama Algemene Studie Club yang didirikan di Bandung pada 4 Juli 1927. Organisasi ini didirikan atas inisiatif Ir. Soekarno bersama dengan beberapa mantan anggota PI, seperti Mr. Iskaq Tjokrohadisrjo, Mr. Budiarto, dan Mr. Sunario. Selain itu tokoh-tokoh PNI lainnya ialah dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Sartono S.H., dr. Samsi.
Tujuan PNI ialah Indonesia merdeka. Asas perjuangan PNI antara lain:
1. Selp help, yaitu bekerja menurut kemampuan sendiri baik dalam lapangan politik, ekonomi, maupun budaya.
2. Non-kooperatif, yaitu tidak menjalin kerjasama dengan penjajah.
3. Sosio-demokrasi atau marhaenisme, yaitu dengan pengerahan masa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya.

Cita-cita persatuan yang didengungkan oleh PNI mulai terlihat ketika pertengahan Desember 1927 beberapa organisasi yang ada, seperti PSI, Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi, dan Soematranen Bond, bersedia bergabung dengan PNI untuk membentuk sebuah federasi bernama Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Meskipun PPPKI hanya berumur pendek, namun gagasan persatuan itu terus berkembang. Pengaruhnya tidak hanya kepada kalangan organisasi-organisasi politik saja, tapi juga organisasi pemuda. Faktor inilah yang kemudian mendorong diselenggarakannya Kongres Pemuda, yang akhirnya melahirkan Sumpah Pemuda.
Pada 1930, berkembang isu bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, mengakibatkan beberapa tokoh PNI seperti Ir. Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun Sumadiredja, dan Supriadinata ditangkap di Yogyakarta dan diadili di Bandung. Dalam persidangannya, Ir. Soekarno mengajukan pidato pembelaan yang berjudul Indonesia Menggugat. Akhirnya, keempat pemimpin PNI tersebut dijatuhi hukuman penjara dengan lama hukuman berbeda-beda.

Penangkapan dan pemenjaraan terhadap tokoh-tokoh PNI merupakan pukulan besar bagi PNI. Untuk menghindari penangkapan-penangkapan lebih jauh dan demi keselamatan anggotanya, melalui kongres di Jakarta pada 25 April 1931, Mr.Sartono membubarkan PNI. Namun, tindakannya ini mengundang reaksi dan perpecahan di kalangan anggota dan pendukung PNI, termasuk M. Hatta yang sudah kembali ke Indonesia. Akhirnya, untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan PNI, beberapa partai baru muncul, seperti Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) yang didirikan M. Hatta dan Sutan Sjahrir, serta Parti Indonesia (Partindo) ciptaan Mr. Sartono. Ketika Soekarno dibebaskan pada Desember 1931, dia bergabung ke Partindo.


Partai Komunis Indonesia


Partai Komunis Indonesia adalah organisasi radikal kelanjutan dari Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) yang didirikan Sneevliet pada 1914. Bersama dengan Semaun, Sneevliet berhasil mengembangkan ISDV yang berpaham Marxis dan mempengaruhi anggota-anggota dari Sarekat Islam. Pada 1920 Sarekat Islam Merah bergabung dengan ISDV dan membentuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai ini diketuai oleh Semaun dan wakilnya Darsono.
Kegiatan PKI diarahkan untuk mempertentangkan antarkelas dalam masyarkat, dengan kekuatan utama teletak pada golongan buruh. Pada tahun 1920, PKI berhasil mengadakan kongres di Semarang yang menghasilkan keputusan sebagai berikut:
PKI menggabungkan diri dengan dengan Comunistische Internationale (Comintern)
PKI bersifat kooperatif, yaitu bekerjasama denagn Belanda melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam Volksraad.


Langkah awal yang ditempuh oleh PKI untuk menjalin hubungan kerjasama dengan Belanda ternyata gagal, sehingga PKI mengubah strategi menjadi non-kooperatif dan secara terang-terangan menentang pemerintah Belanda. Sikap radikalisme dan revolusioner yang dianutnya mengakibatkan muncunya pemberontakkan PKI pada tanggal 13 November 1926. pemebrontakkan ini dimulai dari Jkarta, meluas ke Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga sampai ke Jawa Timur. Pemberontakkan ini dapat ditumpas oleh Belanda. Akibatnya, Belanda bertindak lebih tegas lagi terhadap semua tokoh pergerakan nasional tidak hanya terhadap PKI.

Periode Nasionalisme Bertahan
Gerakan kebangsaan sudah lebih moderat dan memakai strategi dengan penuh pertimbangan. Periode ini ditandai dengan sikap penjajah yang semakin reaktif. Gerakan kebangsaan memilih strategi bertahan sambil menunggu kesempatan untuk dapat merealisasikan tujuan. Contoh organisasi yang terkenal adalah Partai Indonesia Raya (Parindra), Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindro), dan Fraksi Nasional.
Gagasan Persatuan dan Kesatuan Bangsa serta Terbentuknya Identitas Kebangsaan Indonesia
Persatuan dan kesatuan semakin didasari oleh bangsa Indonesia sangat pentng untuk membebaskan diri dari cengkeraman bangsa Barat. Gagasan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa lahir dari tokoh-tokoh pergerakan nasional diantaranya melalui PPPKI, Kongres Pemuda, Parindra, MIAI, dan GAPI.

0 komentar:

Posting Komentar